Friday, January 25, 2019

Perselingkuhan Teman Pacar yang di Landasi Nafsu Birahi

Ketika berpacaran dengan Liliana, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Herdi mulai bergaul dengan teman-teman Liliana. Aktifitas Liliana membawanya sering berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Herdi. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan teman-teman Liliana membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak Hukum.
Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak dibHerding teman-teman Liliana, membuatnya sering memberikan wawasan baru bagi anak-anak Hukum angkatan Liliana.
Di sini juga ia menjadi kenal Lira, yang sama seperti teman Liliana yang lain, sekedar kenal dengannya. Lira sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Marco, salah satu pentolan angkatan Liliana. Tidak ada perhatian khusus Herdi kepada Lira, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super. Meski bersikap biasa kepada Lira dan cenderung bersikap sama terhadap teman Liliana yang lain, kelebihan pada tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat Lira memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Lira putih bersih dan mulus.

Perkenalan lebih terjadi saat Liliana meminta Herdi mengantarnya ke kost Lira karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Herdi masih belum sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Marco. Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Herdi dan Lira ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Herdi jadi lebih ingat siapa Lira, paling tidak namanya. Lira sendiri sebetulnya bukan teman akrab Liliana. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.

Aktifitas mengantar Liliana ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan bagi Herdi karena ia sering bertemu Lira. Namun, sekali lagi ini sebatas karena mereka punya selera musik yang sama. Paling tidak, saat menunggu Liliana berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi mahasiswa kampus, Herdi punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak ngobrol. Liliana pun merasa beruntung Herdi mengenal Lira karena ia jadi lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Herdi menunggunya.

Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar untuk merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Herdi, pada suatu hari Liliana tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Herdi pun memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus. Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar. Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun, jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Lira. Dari jalan, yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut. Ia melihat Lira keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk. Herdi melambatkan motornya dan berharap Lira melihat. Dan, harapannya terkabul. Ia akhirnya memutuskan main di kost Lira sembari menunggu Liliana selesai rapat.

"Liliana lagi rapat ya?"NATION4D.COM TOGEL DAN CASINO ONLINE TERBAIK
Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia mempersilakan Herdi duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil tempat Lira belajar.

"Iya. Loe kok ngga ikut Lir?"
"Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja."
"Marco di sana juga?"
"Iyalah, dia kan proyeknya. Masa' dia ngga dateng. Ini juga gue lagi nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton."

Herdi baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Lira yang basah habis mHerdi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup familiar baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah.

"Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?"
"Hahaha, kecium ya, kok tau sih?
"Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?"
"Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Liliana yang mau apa emang elo yang suka?"
"Gue udah pake shampo itu sejak SMA,"
"Hihihi..., geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee," ledek Lira sambil tertawa geli.

Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi.
"Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue."

Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya selera musik yang sama.

"Mungkin kali ya...., loe bocor sih," sahut Herdi terkekeh.
Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Lira yang cerewet selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Herdi. Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Herdi sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum. Soal cewe, selera Herdi memang yang memiliki dada besar. Ia sudah bersyukur punya Liliana yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira, rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.

Saat melihat dari jalan tadi, Herdi menemukan Lira hanya memakai kimono mHerdi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup lama oleh Lira karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Lira keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira hanya memakai tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya terbuka.

"Eh, Lir, gue mo nanya nih...."
"Apaan?"
"Tapi jawab jujur ya...."
"Apaan dulu??
"Ya ini gue mo nanya?."
"Oke, jujur...."
"Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka."
"Angkatan gue??
"Iya."
"Jujur kan?...Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Liliana kan?"
"Iya."
"Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok."
"Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?"
"Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Liliana tapi keserobot elo?hahahaha...."
"Sialan loe?, serius nih gue."
"Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue."
"Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Liliana."
"Keki kenapa? emang salah gue apa?"
"Maksudnya keki soalnya Liliana dapet cowo kayak elo."
"Emang gue kenapa?"
"Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Liliana, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?"
"Gitu ya...?"
"Iya pak Herdi. Nih ya, gue kasih bHerdingan: cowo gue yang dulu, itu sama sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak teknik kali ya, berasa pintar sedunia."

Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.
"Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. Jadi serba salah kan?"
"Anak teknik? Dani maksud loe?"
"Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo respek sama loe, yang cewe,....hihihi, demen."

Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Herdi bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Herdi.
"Demen apaan?" Herdi berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak.
"Ya demen...ih, loe GR ya?" kata Lira sambil menunjuk Herdi.
"GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,"
"Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Liliana. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga...tuh..."
"Yang bener loe? Siapa?"
"Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin cewe-cewe....hahaha."
"Sialan loe!" balas Herdi sambil terkekeh.

Tanpa sadar, Herdi mendorong paha kiri Liliana. Sejak perkenalan pertama mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik. Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong dan disentuh Herdi justru bagian paling sensitif pada Lira, bagian yang mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.

Lira berusaha tidak memandang mata Herdi, tapi ia tak kuasa menahannya. Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.
"Eh, Lir, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?"

Kali ini Lira malah berharap Herdi kembali menyentuhnya. Desiran akibat sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Herdi berusaha ia tutupi.

"Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget."
"Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja."
"Iya gue tau," Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan bahwa bagian yang Herdi sentuh adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya.

Herdi benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Lira bukan tidak menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Herdi memang bukan tipe cowo yang suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang suka pada Herdi. Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat dibuat-buat. Dan, kenyataannya Herdi memang benar-benar menyesal telah berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.

"Gue juga termasuk yang dongkol sama Liliana, kenapa gue justru nyambung sama cowo-nya...hahaha," Lira berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.

Herdi pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam. Maksudnya hanya pengakuan 'kekalahan' karena didesak soal banyak perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Herdi merasa lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.

Dari sisi laki-laki, Herdi juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus. Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas akan membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak menginginkan itu.

Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti patung, Herdi terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan telapak tangan kanannya. Herdi benar-benar tegang bercampur kaget. Ia tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu, lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Lira pun bukan tanpa maksud seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Herdi baru benar-benar kenal beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Herdi.

Herdi benar-benar bimbang. Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Liliana, tangannya seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira. Jantung Herdi berdegup kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.

Lira tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Herdi di pipinya. Herdi pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira. Sampai di punggung, tangan kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah berpelukan. Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Herdi. Pelukannya bahkan lebih kuat dari Herdi dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah. Herdi mengangkat wajah Lira perlahan. Ia bisa melihat Lira tersenyum bahagia merasakan kehangatan tersebut. Herdi sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Lira yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad menunjukkan pada Lira bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai menjilati daun telinga Lira, Herdi berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Lira.
Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk dikatakan. Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus disekujur punggung Herdi. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah menyentuh bibir Herdi. Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat.

"Ndi...," Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.Bandar Togel TerbaikBandar Togel

Herdi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik kebimbangan Lira. Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Lira penuh kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Lira dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap laki-laki. Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.
Herdi seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya. Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali dengan Liliana. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu. Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang saling membutuhkan.
Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.

Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira. Lira bukan teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira.

Remasannya ke dada Lira semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu. Lira mengerang dan berusaha mendekap Herdi lebih kuat. Tangan Herdi meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada Lira. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Lira yang menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Herdi adalah daya tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu. Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati leher Lira. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Lira melewati leher. Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu Lira sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil plus sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri. Badannya menegang setiap Herdi menghisap putingnya. Ingin rasanya Herdi mengecup kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Lira. Apalagi Lira memohon dengan suara lirih.
"Jangan ada...bekasnya...Ndi...."

Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Herdi. Ia juga sering merasakannya dari Liliana, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih nikmat. Liliana juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira. Besar tapi masih proporsional. Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit tersebut.

Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira. Nafas Lira mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap isapan Herdi di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang. Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Herdi. Kendali dirinya benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah Herdi di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya. Tak hanya Lira yang terlena, Herdi pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru. Ia menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan. Ia ingin tahu reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap permukaan buah dada itu.

Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri tertiup angin kencang dari luar. Herdi terdiam dan memandangi Lira sesaat.
"Geblek, lupa ditutup...."
Herdi langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.
"Kunci Ndi..., sekalian korden..."
Sebut Lira dengan suara parau dan lemah.

Lira langsung menggamit lengan Herdi dan memeluk laki-laki itu dan menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Herdi.
"Ndi..., tolong...,"
Ia melepaskan tangan Herdi yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan kanannya membimbing tangan Herdi ke arah selangkangannya. Ia merasakan sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.

Sejenak Lira was-was. Ia takut Herdi melakukannya tindakan bodoh seperti laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini, yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari laki-laki itu.

Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Herdi menyambut bimbingan tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Herdi menyentuh paha bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.

Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah selangkangannya. Herdi pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik, ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin tak berdaya telanjang bulat. Tangan Herdi mulai mengusap-usap klitoris dan bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari Herdi mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di putingnya, Lira semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang membuat Herdi semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka.
Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia buka lebar-lebar. Herdi melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Lira sangat terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter.

Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira. Pengalaman dengan Liliana mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vagina. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda. Lonjakan pantat Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras dari mulut Lira. Lira meremas-remas sendiri buah dadanya. Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.

Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung. Setiap jilatan sanggup membuat Lira menjerit. Kedua pahanya berusaha menjepit kepala Herdi yang membuat Herdi semakin ganas memainkan lidahnya. Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Lira. Tak usah ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya.
Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.

Herdi sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira menahan tubuh Herdi dan bangkit meraih kancing celana Herdi dan melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung menjulurkan batang kemaluan Herdi yang sudah mengacung sejak tadi. Lira tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Herdi. Tak canggung ia menggenggam penis Herdi yang mengacung keras. Kedua tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu memenuhinya.

Satu kocokan, kini giliran Herdi yang terpaksa memejamkan mata merasakan nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Lira melirik ke atas dan tersenyum kepada Herdi yang berlutut di kasur. Ia paham arti senyum balasan Herdi. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Herdi semakin membuat nafsunya memuncak. Ingin rasanya segera merasakannya merayap di dinding vaginanya. Herdi terengah merasakan isapan dan kulumannya. Masih ada sedikit rasa dongkol pada Liliana, kenapa temannya itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu. Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Herdi kemulutnya, Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Herdi menyentuh pangkal rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu mengulum penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya. Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu. Terlihat dari paha Herdi yang semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika ia melihat penis Herdi, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada Herdi, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu pandang. Ia ingin Herdi merasakan kenikmatan terdalam pelayanan perempuan.
Lira memang tidak salah karena Herdi pun mulai merasakan apa yang diharapkannya. Baru kali ini Herdi merasakan perlakuan total perempuan selain Liliana terhadap dirinya. Apalagi saat Lira mulai menjilati dan mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Lira yang merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Lira sekaligus menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.

Lira merasa belum cukup ketika Herdi menarik lengannya. Tapi, ia mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat Herdi di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Herdi. Lira sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.

Namun, dugaannya meleset. Herdi justru merebahkan badannya di sisi Lira. Berbaring miring, Herdi mengisap lagi buah dadanya. Lira semakin kagum akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia semakin kaget ketika jemari Herdi mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya. Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya. Lira menggelinjang menerima perlakuan Herdi. Benar-benar laki-laki penuh misteri, pikirnya.

Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia berhasil mendapatkan Herdi seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya. Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu. Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.Untung Marco hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Marco.NATION4D.COM TOGEL DAN CASINO ONLINE TERBAIK

Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Herdi. Kekagumannya membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Herdi padanya saat ini. Menikmati usapan jemari Herdi yang cepat itu membuatnya ia sanggup melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi relung hatinya.

Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Herdi, tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain. Liang vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum mereda, Herdi sudah menindih tubuhnya. Ia bisa merasakan bobot tubuh Herdi terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Herdi sudah tegak di sisi buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan bagian tubuh bawah Herdi bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya. Lira pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung vaginanya.
Herdi tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Herdi mendorong kuat pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Herdi di dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Herdi memasukkan penisnya ke vagina Lira. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan penis Herdi. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Marco. Itu karena Herdi melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa. Mulai terasa perih ia menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir seluruh penisnya dilumat vagina Lira. Sodokan pertama penis tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Lira yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Lira pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Apalagi, Herdi tidak langsung memompa pantatnya cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Lira seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian berharga di hadapan Herdi,

Herdi sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. Penisnya yang sudah bersarang di vagina Lira adalah sebuah tanda babak baru hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang hanya bisa dirasakan oleh Herdi dan Lira, tak seorangpun bisa merasakan itu.

Setelah itu, mulailah Herdi menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang vagina Lira. Hangat dan lembut bisa Herdi rasakan lewat sekujur penisnya dari dalam vagina Lira.

Lira menyambut setiap gerakan Herdi dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama. Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Herdi makin bernafsu. Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Herdi semakin ingin membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Lira. Apalagi setiap ujung penisnya menyentuh pangkal vagina Lira. Rasanya sungguh tiada tara. Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Herdi. Tapi mereka sudah tidak peduli. Lira bukan tidak menyadari seseorang pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia yakin semua temannya akan maklum.

Semakin kuat dan cepat sodokan Herdi membuat Lira merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Herdi keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Herdi juga bisa merasakannya. Herdi langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Herdi juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa lebih nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Herdi yang sedang membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Lira pada Herdi. Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut. Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan.
"Herdi...,nikmat sekali...,"

Lira memeluk Herdi kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Herdi tersenyum membalas Lira.
"Enak?"
"Banget!" Jawab Lira singkat dan tegas.
"Gaya lain...?"
Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Herdi gaya apa yang diinginkan Herdi.

Herdi membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan memeluk pinggang dari belakang. Lira langsung berdebar-debar begitu tahu Herdi ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup mencapai pangkal vaginanya, apalagi doggy.

Tak menunggu lama Herdi langsung memasukkan penisnya. Lira menunduk sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Herdi terbenam makin dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Herdi semakin tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Herdi langsung mendorong dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.

Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Lira, belum ada tanda-tanda dorongan Herdi melemah. Sebaliknya justru makin kuat, membuat Lira makin bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Lira dan Herdi justru makin bersemangat. Lira, yang bisa dua kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Herdi dari belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan pinggangnya makin bergerak liar membuat Herdi tak mampu menahan lenguhannya.

Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Herdi dari vaginanya dan mendorong Herdi sampai terlentang. Ia langsung memanjat tubuh Herdi dan duduk di atas acungan penis Herdi yang masih kokoh berdiri. Melihat Lira bergerak naik turun, Herdi tak kuasa untuk tidak meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah berhasil. Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat gerakannya.

Sekali lagi Lira harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Lira langsung ambruk menindih Herdi yang sudah siap menerimanya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.
"Kamu kuat banget Ndi..."
"Kamu di bawah lagi ya...?"
Lira mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Herdi.

Sebelum Herdi memasukkan lagi penisnya ke vagina Lira, Lira memberikan sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada laki-laki manapun yaitu memasukkan penis tersebut ke mulutnya. Sebelumnya ia tidak mau mengulum penis yang sudah masuk ke vaginanya. Tapi, untuk Herdi, yang telah memberikannya kenikmatan tiada tara, ia lakukan itu.

Puas mengulum dan menjilati penis yang dipenuhi lendir sisa persetubuhan mereka, Lira kembali merebahkan dirinya dan menyuruh Herdi memulai lagi aksinya. Herdi langsung bergerak dan dorongan seperti saat pertama mereka memulainya yaitu perlahan dan terus semakin lama semakin kuat dan cepat. Lira sudah pasrah kalau ia harus sekali lagi merasakan orgasme, tapi baru ia berpikirbegitu, tiba-tiba sodokan Herdi terasa lebih keras dari sebelumnya. Sesaat kemudian Herdi mengerang panjang dan menyodokkan penisnya sangat kuat beberapa kali. Lira pun bisa merasakan hangatnya muncratan sperma Herdi di dalam vaginanya. Herdi masih terus menyodok terputus-putus dan semakin melemah. Sperma Herdi juga Lira rasakan mengalir keluar setiap Herdi menyodokkan lagi penisnya. Setelah benar-benar selesai, Herdi pun ambruk menindih Lira. Herdi terdiam sesaat di atas buah dada idamannya itu merasakan betapa nikmat persetubuhannya dengan Lira.

Lira mengusap lembut kepala Herdi penuh kehangatan.
"Puas Ndi...?"
Herdi hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Lira tersenyum bahagia mendapatkan jawaban Herdi. Paling tidak, tekadnya membuat Herdi merasakan kenikmatan tertinggi berhasil ia lakukannya.
"Lir, nikmatnya benar-benar ngga ada yang nyamain..."
"Kamu juga hebat Ndi. Baru kali ini aku ngerasain orgasme...."

Keduanya pun duduk berdampingan di sisi ranjang. Lira merebahkan kepalanya di pundak Herdi. Sambil membakar rokok, Herdi merangkul Lira. Keduanya hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru saja terjadi di antara mereka.

Lira masih tidak percaya ia telah melakukan hubungan seks dengan Herdi, pacar Liliana, teman satu angkatannya. Meski ia memang sudah kagum pada Herdi sejak pertama berkenalan, tapi akhirnya sampai berhubungan intim dengan Herdi, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Herdi, walaupun ia juga tertarik pada Lira diawali oleh ketertarikan fisik, tetap saja apa yang baru saja ia alami benar-benar di luar dugaannya. Apalagi Lira seperti menyambut keinginan terpendam Herdi itu yang sebetulnya ia simpan dalam-dalam. Ia kenal Marco dan tahu bagaimana Marco selalu menerima sarannya dalam hal aktifitas di kampus. Ia juga tahu Marco sangat menghormatinya terutama sebagai senior meski beda fakultas.

Dalam diamnya, Lira tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Liliana yang terkenal emosional di kampus. Serupa dengan Lira, Herdi juga sulit membayangkan apa yang akan terjadi pada Marco jika ia tahu apa yang dilakukannya dengan Lira. Marco memang pendiam dan tenang, tapi Herdi tahu Marco adalah orang yang keras.

Herdi mengeratkan rangkulannya pada Lira. Lira pun membalasnya diikuti kecupan di bibir. Tapi Herdi tak membalasnya yang membuat Lira bingung.
"Kenapa...?"Bandar Togel TerbaikBandar Togel
Herdi menggeleng sambil tersenyum dan mengecup kening Lira dan mendekap Lira lebih dalam.
"Yuk ke kampus...," ajak Herdi sambil melepas pelukannya.

Lira mengangguk sambil tersenyum. Berpakaian, kedua lantas keluar kamar bersikap biasa. Herdi lebih dulu menuju motornya di lantai bawah.
"Bareng aja...," sahut Herdi.
"Oke!"

Waktu saat itu menunjukkan pukul 4.15 sore. Keduanya tak sadar telah dua jam bercumbu dan berhubungan intim. Kalau sesuai janji, Herdi sebetulnya sudah terlambat. Dan memang benar, saat tiba di kampus FH, anak-anak yang rapat sudah duduk-duduk di koridor kampus.
"Bareng Lira?" Tanya Liliana tanpa curiga.
"Iya, tadi ketemu di jalan, ya sekalian aja."
"Tunggu bentar ya, 10 menit lagi."
"Oke, aku tunggu di sini ya."
Di tempatnya duduk, Herdi melihat Lira berdiri di samping Marco. Marco masih sibuk membahas beberapa masalah dengan teman-temannya. Lira pun melirik ke arah Herdi dan memberikan sebuah senyum yang manis. Keduanya memang harus kembali bersikap normal, tapi di hati kecil mereka, baik Herdi dan Lira sama-sama berharap kejadian yang mereka alami terulang lagi?
Share:

...

Copyright © CERITA DEWASA MALAM | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com